Archives
-
Journal Agribusiness and Local Wisdom
Vol. 2 No. 1 (2019)JALOW didirikan untuk menyelamatkan pertanian dan penduduk pedesaan dari kerusakan dan pemiskinan dengan mengajak para ahli Agribisnis (Sosial Ekonomi Pertanian) yang berkearifan lokal untuk menulis dan menuangkan gagasan ilmiah dari hasil penelitian dan atau hasil kajian pustaka pada media yang sedang dibangun dan dikembangkan, Artikel-artikel lain menjelaskan tentang besarnya potensi pertanian lokal sebagai bahan baku, terutama padi sawah, cabe, sayur-sayuran, kelapa dalam, kelapa sawit, dan karet. Kajian-kajian tentang komuditi pertanian lokal tersebut umum nya dalam aspek mikro, yaitu berkaitan dengan efisiensi produksi, peningkatan pendapatan, dan pemasaran.
-
Journal Agribusiness and Local Wisdom
Vol. 2 No. 2 (2019)JALOW didirikan untuk menyelamatkan pertanian dan penduduk pedesaan dari kerusakan dan pemiskinan dengan mengajak para ahli Agribisnis (Sosial Ekonomi Pertanian) yang berkearifan lokal untuk menulis dan menuangkan gagasan ilmiah dari hasil penelitian dan atau hasil kajian pustaka pada media yang sedang dibangun dan dikembangkan, Artikel-artikel lain menjelaskan tentang besarnya potensi pertanian lokal sebagai bahan baku, terutama padi sawah, cabe, sayur-sayuran, kelapa dalam, kelapa sawit, dan karet. Kajian-kajian tentang komuditi pertanian lokal tersebut umum nya dalam aspek mikro, yaitu berkaitan dengan efisiensi produksi, peningkatan pendapatan, dan pemasaran.
-
Journal Agribusiness and Local Wisdom
Vol. 3 No. 1 (2020)JALOW didirikan untuk menyelamatkan pertanian dan penduduk pedesaan dari kerusakan dan pemiskinan dengan mengajak para ahli Agribisnis (Sosial Ekonomi Pertanian) yang berkearifan lokal untuk menulis dan menuangkan gagasan ilmiah dari hasil penelitian dan atau hasil kajian pustaka pada media yang sedang dibangun dan dikembangkan, Artikel-artikel lain menjelaskan tentang besarnya potensi pertanian lokal sebagai bahan baku, terutama padi sawah, cabe, sayur-sayuran, kelapa dalam, kelapa sawit, dan karet. Kajian-kajian tentang komuditi pertanian lokal tersebut umum nya dalam aspek mikro, yaitu berkaitan dengan efisiensi produksi, peningkatan pendapatan, dan pemasaran.
-
Journal Agribusiness and Local Wisdom
Vol. 3 No. 2 (2020)JALOW didirikan untuk menyelamatkan pertanian dan penduduk pedesaan dari kerusakan dan pemiskinan dengan mengajak para ahli Agribisnis (Sosial Ekonomi Pertanian) yang berkearifan lokal untuk menulis dan menuangkan gagasan ilmiah dari hasil penelitian dan atau hasil kajian pustaka pada media yang sedang dibangun dan dikembangkan, Artikel-artikel lain menjelaskan tentang besarnya potensi pertanian lokal sebagai bahan baku, terutama padi sawah, cabe, sayur-sayuran, kelapa dalam, kelapa sawit, dan karet. Kajian-kajian tentang komuditi pertanian lokal tersebut umum nya dalam aspek mikro, yaitu berkaitan dengan efisiensi produksi, peningkatan pendapatan, dan pemasaran.
-
Journal Agribusiness and Local Wisdom
Vol. 4 No. 1 (2021)JALOW didirikan untuk menyelamatkan pertanian dan penduduk pedesaan dari kerusakan dan pemiskinan dengan mengajak para ahli Agribisnis (Sosial Ekonomi Pertanian) yang berkearifan lokal untuk menulis dan menuangkan gagasan ilmiah dari hasil penelitian dan atau hasil kajian pustaka pada media yang sedang dibangun dan dikembangkan, Artikel-artikel lain menjelaskan tentang besarnya potensi pertanian lokal sebagai bahan baku, terutama padi sawah, cabe, sayur-sayuran, kelapa dalam, kelapa sawit, dan karet. Kajian-kajian tentang komuditi pertanian lokal tersebut umum nya dalam aspek mikro, yaitu berkaitan dengan efisiensi produksi, peningkatan pendapatan, dan pemasaran.
-
Journal Agribusiness and Local Wisdom
Vol. 4 No. 2 (2021)JALOW didirikan untuk menyelamatkan pertanian dan penduduk pedesaan dari kerusakan dan pemiskinan dengan mengajak para ahli Agribisnis (Sosial Ekonomi Pertanian) yang berkearifan lokal untuk menulis dan menuangkan gagasan ilmiah dari hasil penelitian dan atau hasil kajian pustaka pada media yang sedang dibangun dan dikembangkan, Artikel-artikel lain menjelaskan tentang besarnya potensi pertanian lokal sebagai bahan baku, terutama padi sawah, cabe, sayur-sayuran, kelapa dalam, kelapa sawit, dan karet. Kajian-kajian tentang komuditi pertanian lokal tersebut umum nya dalam aspek mikro, yaitu berkaitan dengan efisiensi produksi, peningkatan pendapatan, dan pemasaran.
-
Journal Agribusiness and Local Wisdom
Vol. 5 No. 1 (2022)PENGANTAR
Assalamualaikum wbwb
Jalow untuk Volume 5 Nomor 1 tahun 2022 ini memuat 10 (sepuluh) artikel, 3 (tiga) artikel mengupas tentang kebun kelapa sawit, 2 (dua) artikel tentang karet dan kopi, dan 5 (lima) lainnya tentang tanaman pangan. Tema yang kita angkat pada kata pengantar ini adalah tentang “Melambungnya harga minyak goreng di pasaran baru-baru iniâ€.
Bahwa minyak goreng di Indonesia sebagian besar berbahan baku dari tanaman kelapa sawit dan Indonesia itu sendiri adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Sungguh, kenaikan harga minyak goreng sampai berlipat tiga menjadi suatu phenomena yang menarik untuk diketahui. Kenaikan harga minyak goreng tersebut, awalnya diduga karena ditahan di gudang penyimpanan sehingga langka di pasaran, lalu harganya naik. Ternyata di gudang-gudang tidak ditemukan penumpukan minyak goreng tersebut. Aneh nya lagi, ketika harga minyak goreng tersebut naik melambung, barangnya tersedia di toko-toko dan di warung-warung. Lalu kenapa harganya meningkat tajam. Harga nya mahal karena waktu membeli di pedagang grosir juga mahal. Jadi harga minyak goreng itu mahal disebabkan harganya dinaikan oleh penjual sebelumnya. Kok bisa penjual menaikan harga ?
Seorang penjual hanya bisa menaikan harga minyak goreng jika pasarnya berbentuk “pasar monopoliâ€. Memang pasar minyak goreng tersebut berbentuk oligopoly, bukan monopoli. Nah, pasar yang oligopoly biasanya mudah membentuk kartel dan seterusnya menjadi penguasa pasar monopoli dan lalu menjadi penguasa harga.
Minyak goreng terbuat dari CPO (Cruid Palm Oil), CPO itu sendiri terbuat dari TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit yang diproses di pabrik dan umumnya berlokasi di kebun-kebun kelapa sawit itu sendiri. Lalu CPO itu diekspor ke berbagai negara termasuk Singapore, Malaysia, dan Thailand. Negara-negara pengimpor tersebut, umumnya memprosesnya menjadi minyak goreng, lalu dibawa kembali ke Indonesia. Sampai di Indonesia, dikemas menjadi minyak goreng dengan merek Indonesia. Kok bisa? Kenapa tidak. Perusahaan nya kan sama. Suatu perusahaan punya kebun di Indonesia dan punya kebun juga di Malaysia. Perusahaan itu juga punya pabrik minyak goreng di Malaysia, Thailand, dan/atau Singapore.
Ketika Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan “Larang Ekspor CPOâ€, apa yang terjadi? Seharusnya harga minyak goreng di Indonesia murah karena harga bahan baku CPO murah, namun terjadi sebaliknya. Harga minyak goreng menjadi makin tinggi. Ketika Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan larangan ekspor CPO maka produksi minyak goreng di pabrik-pabrik yang ada di negara-negara tetangga itu menurun. Pengusaha Indonesia pun yang punya pabrik minyak goreng di negara tetangga itu tidak memiliki minyak goreng lagi untuk dibawa ke Indonesia. Akhirnya, Pemerintah Indonesia mencabut kembali larang ekspor CPO dan baru lah harga minyak goreng di dalam negeri turun kembali. Dari sini, jelaslah bahwa hasil produksi pabrik-pabrik minyak goreng yang ada di Indonesia belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Makin jelas pula lah, bahwa negara Indonesia yang disebut sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia itu memang belum memiliki pabrik yang memadai untuk menghasilkan kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Nagara kita, masih impor minyak goreng dari negara tetangga. Kita hanya sibuk membicarakan perluasan kebun kelapa sawit dan peningkatan produksinya supaya tetap menjadi negara produsen CPO terbesar di dunia tetapi kita belum banyak membicarakan pengembangan pabrik minyak goreng dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri dan ekspor.
Waalaikumsalam wbwb
Editor in Chief
Dr.Ir.Armen Mara,M.Si
-
Journal Agribusiness and Local Wisdom
Vol. 5 No. 2 (2022)Menteri Keuangan,Sri Mulyani Indrawati mengatakan negara-negara di dunia akan mengalami krisis pangan di tahun 2023. Untuk itu isu pangan global ini harus diselesaikan dengan duduk bersama antar negara. Lebih jauh disebutkan bahwa "Kita akan menghadapi 2023 yang mana akan jauh lebih berisiko dalam hal pangan,"(Merdeka.com Rabu, 12/10/2022).
Berkaitan dengan masalah pangan menarik disimak apa yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada waktu peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian-Universitas Indonesia, 27 April 1957. Bung Karno menyampaikan bahwa “urusan pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa,â€.
Kesadaran tentang pentingnya pangan, sudah ada sejak awal kemerdekaan. Negara yang dari dulu disebut sebagai negara agraris dengan lahan pertanian luas, ditumbuhi oleh berbagai jenis pangan, dan jumlah petani nya banyak tapi masih menghadapi masalah dalam ketersediaan pangan.
Seorang petani yang tinggal di sebuah desa, memiliki sebidang sawah yang luasnya tidak begitu besar tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dia juga memiliki sedikit kebun untuk menanam tanaman lain yang diperlukan kelaurga. Di belakang rumah, dia juga memelihara beberapa ekor ayam kampung yang menghasilkan telur dan peranakan. Di depan rumahnya dia memiliki juga sebuah warung kecil yang menyediakan kebutuhan sehari-hari bagi penduduk desa.
Petani desa yang sudah membuka usaha sampingan dengan berdagang kecil-kecil itu, tidak mau menyia-nyiakan lahan sawah yang sedikit itu karena dia perlukan untuk ketahanan pangan keluarga. Begitu juga dengan kebun buah-buahan dan sayuran, ternak ayam yang ada di belakang rumah adalah untuk ketahanan pangan keluarga. Berdagang dia lakukan untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka. Beberapa orang anak mereka berhasil dia biayai sampai menjadi sarjana dan bekerja di kota. Sedangkan beberapa orang anak yang lain hanya sampai SLTP dan SLTA saja lalu bekerja meneruskan usaha bapaknya. Sebagian besar anak-anak petani tersebut bekerja di perkotaan. Hanya dua orang anak mereka yang bekerja di desa namun sudah menjadi pedagang sehari-hari tidak lagi petani. Tetapi pola hidup dengan sawah dan kebun untuk ketahanan pangan keluarga mereka lanjutkan. Sampai sekarang sawah tersebut masih mampu memberi makan dua keturunan mereka yang berada di desa tersebut.
Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari keluarga petani tersebut, pertama adalah ketahanan pangan nya yang demikian kuat. Tidak pernah membeli beras, sayur, buah-buahan, daging, bahkan kebutuhan sehari-hari nya mereka ambil dari warungnya sendiri. Kedua, berdagang tanpa berhutang untuk menumbuhkan ekonomi keluarga.
Mungkin petani seperti ini lah yang disebut oleh Bung Karno dengan sebutan “Marchen†dalam buku Autobiografi nya yang ditulis oleh Cindy Adam “Penyambung Lidah Rakyatâ€. Seperti tebitan sebelumnya, Jalow memuat beberapa tulisan tentang social ekonomi komuditi pangan, yaitu padi, kedelai, sayuran, dan buah-buahan, serta komuditi lainnya. Semoga bermanfaat.
Editor in Chief