Analisis Penerapan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi Pada Perkara Nomor 01/Pid.B/Tpk/2012/Pn. Jbi.
Abstract
Hal paling mendasar dalam memberantas segala bentuk korupsi adalah perumusan peraturan perundang-undangan sebagai  landasan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Di Indonesia saat ini Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999  jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam undang-undang ini terdapat 2 (dua) pasal yang rumusan unsur perbuatannya sama tetapi yang satu diperuntukan bagi “setiap orang†dan yang satunya diperuntukkan untuk Pegawai Negeri atau pejabat negara yang melakukan perbuatan menyalahgunakan jabatan atau kewenangan yang ada padanya. Perkara Nomor:01/Pid.B/TPK/2012/PN. Jbi. Merupakan perkara dalam Tindak Pidana Korupsi dimana terdakwa adalah H. AIH Bin IH yang merupakan Mantan Sekda Kabupaten Merangin diputus bersalah dan terbukti melakukan perbuatan  yang diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Primer. Pada Memori Banding yang diajukan Pihak Terdakwa melalui Penasehat Hukumya menyebutkan: Pembuktian unsur “setiap orang†pertimbangan hukum dan analisis yang telah dilakukan Majelis Hakim Pengadilan dinilai telah salah kaprah dan keliru. Letak perbedaan Pasal 2 dan Pasal 3 adalah pada kualitas subyek/pelaku dan cara perbuatan dilakukan. Sehingga Pasal 2 diperuntukkan atau ditujukan bagi mereka yang bukan pegawai negeri sementara Pasal 3 diperuntukkan atau ditujukan untuk mereka yang tergolong pegawai negeri. Melihat pada terjadinya perbedaan mendasar dalam penerapan Pasal 2 ataukah Pasal 3 dalam perkara inilah yang menjadikan peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini.
.
Kata Kunci : Penerapan Pasal 2 UU Korupssi, Tindak Pidana Korupsi