Transportasi Ojek Daring Berbasis Aplikasi Dilihat dari Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Abstract
Jasa layanan ojek telah memasuki era baru dengan lahirnya layanan ojek daring berbasis aplikasi. Terjadi polemik dengan keberadaan ojek sebagai transportasi, disatu sisi keberadaan ojek daring mampu menjawab kebutuhan masyarakat, namun disisi lain status hukum transportasi daring sebagai kendaraan umum juga diperdebatkan mengingat mobil atau motor yang digunakan perusahaan adalah kendaraan pribadi (plat hitam) bukan plat kuning (kendaraan umum). Adapun tujuan penelitian adalah:untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tentang ojek daring yang berbasis aplikasi, untuk mengetahui dan menganalisis hubungan hukum antara penyedia jasa aplikasi dengan driver ojek daring, dan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan hukum antara driver dengan pengguna jasa ojek daring. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pengaturan transportasi ojek daring tidak tunduk dengan Ketentuan Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang lalu Lintas dan Angkutan Jalan, karena berdasarkan Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ dan Putusan MK Nomor 41/PUUXVI/2018, kenderaan sepeda motor tidak termasuk kenderaan bermotor umum, hubungan
antara penyedia aplikasi dengan driver tidak tunduk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan karena tidak ada unsur, upah, perintah dan pekerjaan. Hubungannya merupakan hubungan kemitraan yang tunduk pada perkatan pada umumnya yang diatur pada Kitab Undang-Undang hukum perdata, Usaha transportasi ojek daring termasuk dalam aspek hukum perlindungan konsusmen, yaitu hubungan yang timbul antara driver dengan penguna jasa. Diharapkan pemerintah dapat mewujudkan kepastian hukum pihakpihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan ojek daring, baik pengusaha, driver dan penumpang atau pengguna jasa.